Seorang nenek diadili gara-gara mencuri singkong. Namun majelis hakim berpihak ke sang nenek meski tetap menjatuhkan vonis.
Potret
ketidakadilan rakyat kecil yang disertai foto tersebut menghiasi akun
facebook milik Polres Sidoarjo, Kamis (1/3/2012) siang. Sayangnya,
penguggah tidak menyebutkan lokasi pengadilan negeri yang menyidangkan
kasus nenek versus pengusaha singkong itu.
Inilah cerita yang diunggah Polres Sidoarjo di akun facebook miliknya.
Di
ruang sidang pengadilan, seorang hakim duduk tercenung menyimak
tuntutan jaksa PU terhadap seorang nenek yang dituduh mencuri singkong.
Nenek itu berdalih bahwa hidupnya miskin, anak lelakinya sakit, dan
cucunya kelaparan.
Namun
seorang laki-laki yang merupakan manajer dari PT yang memiliki
perkebunan singkong tersebut tetap pada tuntutannya, dg alasan agar
menjadi contoh bagi warga lainnya.
Hakim menghela nafas. dan berkata, "Maafkan saya, bu", katanya sambil memandang nenek itu.
"Saya
tak dapat membuat pengecualian hukum, hukum tetap hukum, jadi anda
harus dihukum. Saya mendenda anda Rp 1 juta dan jika anda tidak mampu
bayar maka anda harus masuk penjara 2,5 tahun, seperti tuntutan jaksa
PU".
Nenek
itu tertunduk lesu, hatinya remuk redam. Namun tiba-tiba hakim mencopot
topi toganya, membuka dompetnya kemudian mengambil dan memasukkan uang
Rp 1 juta ke topi toganya serta berkata kepada hadirin yang berada di
ruang sidang.
"Saya
atas nama pengadilan, juga menjatuhkan denda kepada tiap orang yang
hadir di ruang sidang ini, sebesar Rp 50 ribu, karena menetap di kota
ini, dan membiarkan seseorang kelaparan sampai harus mencuri untuk
memberi makan cucunya".
"Saudara panitera, tolong kumpulkan dendanya dalam topi toga saya ini lalu berikan semua hasilnya kepada terdakwa.”
Sebelum
palu diketuk, nenek itu telah mendapatkan sumbangan uang sebanyak Rp
3,5 juta dan sebagian telah dibayarkan ke panitera pengadilan untuk
membayar dendanya, setelah itu nenek
itupun pergi dgn mengantongi uang 3,5jt rupiah, termasuk uang 50rb yg
dibayarkan oleh manajer PT yang menuntutnya yg tersipu malu karena telah
menuntutnya.
Sungguh
sayang kisahnya luput dari pers. Kisah ini sungguh menarik sekiranya
ada teman yang bisa mendapatkan dokumentasi kisah ini bisa di share di
media untuk jadi contoh kepada aparat penegak hukum lain untuk bekerja
menggunakan hati nurani dan mencontoh “hakim Marzuki”.
Sumber : http://www.psychologymania.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar