Kali ini  DahaShare akan kembali membuat postingan seputar salah satu metode dalam  penentuan awal bulan Qamariah, yaitu hisab. Mudah-mudahan ini bisa  sedikit memberikan pencerahan.
Metode Hisab,  memang Rasulullah tidak pernah menggunakannya dan seperti kelihatan  sebuah metode baru dalam penentuan awal bulan Qamariah, tapi kenapa  harus ada metode Hisab??? Berikut beberapa alasan dalam penggunaan metode Hisab dalam menentukan awal bulan Qamariah :
Pertama, semangat Al Qur’an adalah menggunakan hisab. Hal ini ada dalam ayat “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan” (QS 55:5).  Ayat ini bukan sekedar menginformasikan bahwa matahari dan bulan  beredar dengan hukum yang pasti sehingga dapat dihitung atau diprediksi,  tetapi juga dorongan untuk menghitungnya karena banyak kegunaannya.  Dalam QS Yunus (10) ayat 5 disebutkan bahwa kegunaannya untuk mengetahui  bilangan tahun dan perhitungan waktu.
Kedua, jika spirit  Qur’an adalah hisab mengapa Rasulullah Saw menggunakan rukyat? Menurut  Rasyid Ridha dan Mustafa Az-Zarqa, perintah melakukan rukyat adalah  perintah ber-ilat (beralasan). Ilat perintah rukyat adalah karena ummat  zaman Nabi saw adalah ummat yang ummi, tidak kenal baca tulis dan tidak  memungkinkan melakukan hisab. Ini ditegaskan oleh Rasulullah Saw dalam  hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim : “Sesungguhnya kami adalah umat  yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan  itu adalah demikian-demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh sembilan  hari dan kadang-kadang tiga puluh hari”. Dalam kaidah fiqhiyah,  hukum berlaku menurut ada atau tidak adanya ilat. Jika ada ilat, yaitu  kondisi ummi sehingga tidak ada yang dapat melakukan hisab, maka berlaku  perintah rukyat. Sedangkan jika ilat tidak ada (sudah ada ahli hisab),  maka perintah rukyat tidak berlaku lagi. Yusuf Al Qaradawi menyebut  bahwa rukyat bukan tujuan pada dirinya, melainkan hanyalah sarana.  Muhammad Syakir, ahli hadits dari Mesir yang oleh Al Qaradawi disebut  seorang salafi murni, menegaskan bahwa menggunakan hisab untuk  menentukan bulan Qamariah adalah wajib dalam semua keadaan, kecuali di  tempat di mana tidak ada orang mengetahui hisab.
Ketiga, dengan rukyat  umat Islam tidak bisa membuat kalender. Rukyat tidak dapat meramal  tanggal jauh ke depan karena tanggal baru bisa diketahui pada H-1.  Dr.Nidhal Guessoum menyebut suatu ironi besar bahwa umat Islam hingga  kini tidak mempunyai sistem penanggalan terpadu yang jelas. Padahal 6000  tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah terdapat suatu sistem  kalender yang terstruktur dengan baik.
Keempat, rukyat tidak  dapat menyatukan awal bulan Islam secara global. Sebaliknya, rukyat  memaksa umat Islam berbeda memulai awal bulan Qamariah, termasuk  bulan-bulan ibadah. Hal ini karena rukyat pada visibilitas pertama tidak  mengcover seluruh muka bumi. Pada hari yang sama ada muka bumi yang  dapat merukyat tetapi ada muka bumi lain yang tidak dapat merukyat.   Kawasan bumi di atas lintang utara 60 derajad dan di bawah lintang  selatan 60 derajad adalah kawasan tidak normal, di mana tidak dapat  melihat hilal untuk beberapa waktu lamanya atau terlambat dapat  melihatnya, yaitu ketika bulan telah besar. Apalagi kawasan lingkaran  artik dan lingkaran antartika yang siang pada musim panas melabihi 24 jam  dan malam pada musim dingin melebihi 24 jam.
Kelima, jangkauan rukyat  terbatas, dimana hanya bisa diberlakukan ke arah timur sejauh 10 jam.  Orang di sebelah timur tidak mungkin menunggu rukyat di kawasan sebelah  barat yang jaraknya lebih dari 10 jam. Akibatnya, rukyat fisik tidak  dapat menyatukan awal bulan Qamariah di seluruh dunia karena  keterbatasan jangkauannya. Memang, ulama zaman tengah menyatakan bahwa  apabila terjadi rukyat di suatu tempat maka rukyat itu berlaku untuk  seluruh muka bumi. Namun, jelas pandangan ini bertentangan dengan fakta  astronomis, di zaman sekarang saat ilmu astronomi telah mengalami  kemajuan pesat jelas pendapat semacam ini tidak dapat dipertahankan.
Keenam, rukyat  menimbulkan masalah pelaksanaan puasa Arafah. Bisa terjadi di Makkah  belum terjadi rukyat sementara di kawasan sebelah barat sudah, atau di  Makkah sudah rukyat tetapi di kawasan sebelah timur belum. Sehingga bisa  terjadi kawasan lain berbeda satu hari dengan Makkah dalam memasuki  awal bulan Qamariah. Masalahnya, hal ini dapat menyebabkan kawasan ujung  barat bumi tidak dapat melaksanakan puasa Arafah karena wukuf di Arafah  jatuh bersamaan dengan hari Idul Adha di ujung barat itu. Kalau kawasan  barat itu menunda masuk bulan Zulhijah demi menunggu Makkah padahal  hilal sudah terpampang di ufuk mereka, ini akan membuat sistem kalender  menjadi kacau balau.
Argumen-argumen di atas menunjukkan bahwa  rukyat tidak dapat memberikan suatu penandaan waktu yang pasti dan  komprehensif. Dan karena itu tidak dapat menata waktu pelaksanaan ibadah  umat Islam secara selaras diseluruh dunia. Itulah mengapa dalam upaya  melakukan pengorganisasian system waktu Islam di dunia internasional  sekarang muncul seruan agar kita menggunakan hisab dan tidak lagi  menggunakan rukyat. Temu pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender  Islam (Ijtima’ al Khubara’ as Sani li Dirasat Wad at Taqwimal Islami)  tahun 2008 di Maroko dalam kesimpulan dan rekomendasi (at Taqrir al  Khittami wa at Tausyiyah) menyebutkan: “Masalah penggunaan hisab:  para peserta telah menyepakati bahwa pemecahan problematika penetapan  bulan Qamariah di kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali  berdasarkan penerimaan terhadap hisab dalam menetapkan awal bulan  Qamariah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu  shalat”.
 
 
Tidak ada komentar:
Posting Komentar